Sabtu, 23 Januari 2021

Yang Katanya Cinta Itu Suci

 

Oleh Rohimul Hadi

 

“Kamu mau dengar puisi ku?” Anwar menawarkan. Santri senja, penikmat jingganya sore dari atas menara masjid.

 

Bulan yang mengangkasa

Bulan bagi kelelawar adalah perlindungan

Dikala yang hidup tertidur

Yang mati bangkit

Tidak ada ancaman di bawah sinar rembulan

Burung hantu kembali hidup

Bertengger di dahan berduaan dengan pasangannya

Dua orang yang sedang jatuh cinta

Malam hanya milik berdua

 

“Kamu menyindir aku ? hanya ada aku dan kamu saja di sini. Orang-orang pasti sudah tertidur. Tidak ada orang yang sadar. Itu yang kamu maksud, Anwar?” Sari menatap malu-malu. Anwar melihat pada rembulan yang bulat di atas awan. Kedua tangannya bersandarkan pada jembatan penghubung dua lembah itu. Dua kasih sedang bertemu.

Pertemuan itu adalah pertemuan yang ke dua kalinya. Anwar dan Sari, malam itu sengaja memanfaatkan momen lemahnya penjagaan pondok. Para pengasuh pondok dan sebagian pengurus sedang ke luar kota menghadiri pernikahan salah satu pengurus pondok putra dan putri. Mereka merupakan hasil perjodohan oleh pengasuh. Alhasil, hanya sisa satu-dua orang pengurus yang tinggal di pondok. Mendapat amanah untuk menjaga pondok. Kemungkinan besar rombongan itu akan sampai di pondok menjelang subuh nanti.

Bulan menguning memancarkan cahaya lembut. Tepat menyinari dua orang yang sedang jatuh hati di bawah sana. Di jembatan penghubung dua asrama. Di bawahnya mengalir sungai gemercik bertumbuk dengan kerikil dan bebatuan. Sungai yang jernih dari sumber sekitar pegunungan memantulkan cahaya rembulan. Lengkap sudah kisah cinta dua orang dari penjara suci itu.

Jembatan kayu itu berdecit. Tanda ada seseorang melewati jembatan itu. Bukannya pengurus dan pengasuh masih dalam perjalanan pulang dari acara pernikahan? Jam segini tidak akan ada orang lewat di jembatan ini. Rembulan tepat di atas kepala. Mengintip dari awan-awan kelabu. Tidak mungkin ada orang yang lewat.

Anwar gelagapan. Orang yang datang dari arah selatan dimana asrama putri berada. Tidak ada jalan untuk melarikan diri. Dengan panjang jembatan lima belas meter itu, sudah pasti orang itu mengetahui jika ada orang berduaan di jembatan. Didukung pula oleh sinar rembulan. Walaupun tidak ada cahaya lampu di jembatan, tetap saja pasti siapa saja yang berdiri di ujung jembatan sudah mengetahui ada orang di tengah jembatan itu.

Seorang laki-laki berlari kecil menuju Anwar dan Sari. Mereka berdua tidak berkutik. Sekalipun lari pasti terkejar, apalagi jalan keluar satu-satunya ke asrama putra. Di sana tidak ada tempat untuk sembunyi. Mustahil seorang wanita sembunyi di sekitaran asrama putra.

Anwar hanya berdiri terpaku. Sari berpindah tempat, berlindung di belakang Anwar. Seorang lelaki itu adalah pengurus asrama putra. Mengenakan sarung hitam, baju putih dan senter di tangan kanannya untuk menerangi jalan. Ia baru selesai rapat di rumah pengasuh sebelah asrama putri.

“Anwar, siapa dia? Ayo ikut saya ke kantor!”

Sari disuruh kembali ke asramanya, tapi sebelumnya harus bertemu keamanan pondok terlebih dahulu. Malam itu, anwar disidang oleh pengurus pondok yang menemuinya di jembatan. Jadilah malam itu malam yang menyedihkan. Anwar harus menerima kenyataan jika ia akan dikenakan takzir.

Persidangan itu tidak lama. Karena waktu sudah larut malam dan besok harus mengikuti kegiatan-kegiatan lainnya.

Anwar bercerita mengenai asal mula ia mengenal Sari. Berawal dari pengajian bandongan di aula putri. Pengajian dilaksanakan disana karena pengasuh menghendaki seperti itu.  Putra dan putri terpisahkan oleh satir triplek bongkar pasang. Awal mula cerita cinta Anwar dari lempar-lempar surat dari bawah satir. Beberapa kali ia melakukannya. Hingga pada pecobaan di hari setelahnya ada surat balasan. Kemudian berkenalan satu sama lain. Hari-hari selanjutnya Anwar dan Sari membuat kesepakatan setiap kali pengajian bandingan, mereka duduk di baris paling belakang. Hal itu bertujuan untuk mempermudah surat-menyurat mereka berdua, jika dilempar-lempar akan salah sasaran.

Cerita selanjutnya mengenai pertemuan pertama antara Sari dan Anwar. Pertemuan malam itu adalah pertemuan kedua kalinya. Pertemuan pertama sukses di tempat dan waktu yang sama juga. Malam hari, ketika rembulan bersinar bulat dan jembatan kayu. Pertemuan pertama nya masih malu-malu. Curi-curi pandang melihat wajah satu sama lain.

Setelah pertemuan itu, semakin panjang lah isi surat menyurat yang terhalang satir pengajian itu. Sudah menjadi rahasia umum jika Anwar menaruh hati pada Sari, begitu juga sebaliknya. Salah satu teman Anwar beberapa kali sudah mengingatkan akan konsekuensi kelakuannya.

Ke esokan harinya konsekuensi  yang temannya ingatkan benar-benar terjadi. Orang tua dikabari jika Anwar telah melakukan pelanggaran. Kabar itu sudah membuat seorang pelanggar harus menanggung aib di keluarga. Bukannya pergi ke pesantren untuk belajar dan memperbaiki diri, justru yang terjadi sebaliknya. Tekanan mental untuk menyandang aib keluarga.

Anwar harus rela kehilangan mahkotanya. Tidak ada lagi rambut hitam yang menutup kepalanya. Ia harus rela digundul. Mengkilap seperti tuyul yang terkenal mencuri uang di celengan.  Pengurus pondok membawa Anwar ke halaman asrama. Teman-temannya melihat dari kejauhan, bahkan sampai naik ke menara masjid tempat biasa Anwar melepas senja. Ia harus menanggung malu di hadapan teman-temannya. Tidak hanya itu, ia dipajang di depan asrama putri dengan dikalungkan kardus di dadanya yang betuliskan “Aku Ketahuan Pacaran”. Hal yang paling memalukan, menjadi tontonan anak putri yang lalu lalang di halaman depan asrama.

“CInta itu suci, jangan kamu nodai dengan perilaku seperti itu. Lihatlah, kamu masih muda. Tidak sepatutnya kamu jatuh cinta sekarang. Waktumu masih panjang. Saya menjamin, kamu dan anak putri yang kamu temui di jembatan itu, hubungan kalian tidak akan bertahan lama. Cinta yang kamu rasakan itu adalah cinta semu. Jangan kau nodai cinta dengan perbuatan seperti itu” sedikit cuplikan dari pengurus asrama yang menyidang Anwar malam itu.

“Pertemuan pertama surat-suratan, pertemuan ke dua curi-curi pandang, pertemuan ketiga? ke empat? dan seterusnya? Mau apa lagi yang akan kamu lakukan? Tidak ada faedahnya sama sekali”

“Cinta itu suci, jangan kamu campurkan dengan nafsu. Dan yang terjadi padamu hari ini itu adalah bukti nyata. Bukti bahwa kamu terlena oleh nafsu bukan cinta” pengurus pondok menjelaskan. Anwar hanya menundukkan kepala mendengarkan. Lelaki pengurus pondok itu sudah sangat faham tentang hal seperti itu. Ia sudah berpengalaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar