Oleh Rohimul Hadi
“Kamu
mau dengar puisi ku?” Anwar menawarkan. Santri senja, penikmat jingganya sore
dari atas menara masjid.
Bulan yang mengangkasa
Bulan bagi kelelawar adalah perlindungan
Dikala yang hidup tertidur
Yang mati bangkit
Tidak ada ancaman di bawah sinar rembulan
Burung hantu kembali hidup
Bertengger di dahan berduaan dengan pasangannya
Dua orang yang sedang jatuh cinta
Malam hanya milik berdua
“Kamu
menyindir aku ? hanya ada aku dan kamu saja di sini. Orang-orang pasti sudah
tertidur. Tidak ada orang yang sadar. Itu yang kamu maksud, Anwar?” Sari
menatap malu-malu. Anwar melihat pada rembulan yang bulat di atas awan. Kedua
tangannya bersandarkan pada jembatan penghubung dua lembah itu. Dua kasih
sedang bertemu.
Pertemuan
itu adalah pertemuan yang ke dua kalinya. Anwar dan Sari, malam itu sengaja
memanfaatkan momen lemahnya penjagaan pondok. Para pengasuh pondok dan sebagian
pengurus sedang ke luar kota menghadiri pernikahan salah satu pengurus pondok
putra dan putri. Mereka merupakan hasil perjodohan oleh pengasuh. Alhasil,
hanya sisa satu-dua orang pengurus yang tinggal di pondok. Mendapat amanah
untuk menjaga pondok. Kemungkinan besar rombongan itu akan sampai di pondok
menjelang subuh nanti.
Bulan
menguning memancarkan cahaya lembut. Tepat menyinari dua orang yang sedang
jatuh hati di bawah sana. Di jembatan penghubung dua asrama. Di bawahnya
mengalir sungai gemercik bertumbuk dengan kerikil dan bebatuan. Sungai yang
jernih dari sumber sekitar pegunungan memantulkan cahaya rembulan. Lengkap
sudah kisah cinta dua orang dari penjara suci itu.
Jembatan
kayu itu berdecit. Tanda ada seseorang melewati jembatan itu. Bukannya pengurus
dan pengasuh masih dalam perjalanan pulang dari acara pernikahan? Jam segini
tidak akan ada orang lewat di jembatan ini. Rembulan tepat di atas kepala.
Mengintip dari awan-awan kelabu. Tidak mungkin ada orang yang lewat.
Anwar
gelagapan. Orang yang datang dari arah selatan dimana asrama putri berada.
Tidak ada jalan untuk melarikan diri. Dengan panjang jembatan lima belas meter
itu, sudah pasti orang itu mengetahui jika ada orang berduaan di jembatan.
Didukung pula oleh sinar rembulan. Walaupun tidak ada cahaya lampu di jembatan,
tetap saja pasti siapa saja yang berdiri di ujung jembatan sudah mengetahui ada
orang di tengah jembatan itu.
Seorang
laki-laki berlari kecil menuju Anwar dan Sari. Mereka berdua tidak berkutik.
Sekalipun lari pasti terkejar, apalagi jalan keluar satu-satunya ke asrama
putra. Di sana tidak ada tempat untuk sembunyi. Mustahil seorang wanita
sembunyi di sekitaran asrama putra.
Anwar
hanya berdiri terpaku. Sari berpindah tempat, berlindung di belakang Anwar.
Seorang lelaki itu adalah pengurus asrama putra. Mengenakan sarung hitam, baju
putih dan senter di tangan kanannya untuk menerangi jalan. Ia baru selesai
rapat di rumah pengasuh sebelah asrama putri.
“Anwar,
siapa dia? Ayo ikut saya ke kantor!”
Sari
disuruh kembali ke asramanya, tapi sebelumnya harus bertemu keamanan pondok
terlebih dahulu. Malam itu, anwar disidang oleh pengurus pondok yang menemuinya
di jembatan. Jadilah malam itu malam yang menyedihkan. Anwar harus menerima
kenyataan jika ia akan dikenakan takzir.
Persidangan
itu tidak lama. Karena waktu sudah larut malam dan besok harus mengikuti
kegiatan-kegiatan lainnya.
Anwar
bercerita mengenai asal mula ia mengenal Sari. Berawal dari pengajian bandongan
di aula putri. Pengajian dilaksanakan disana karena pengasuh menghendaki
seperti itu. Putra dan putri terpisahkan
oleh satir triplek bongkar pasang. Awal mula cerita cinta Anwar dari
lempar-lempar surat dari bawah satir. Beberapa kali ia melakukannya. Hingga pada
pecobaan di hari setelahnya ada surat balasan. Kemudian berkenalan satu sama
lain. Hari-hari selanjutnya Anwar dan Sari membuat kesepakatan setiap kali
pengajian bandingan, mereka duduk di baris paling belakang. Hal itu
bertujuan untuk mempermudah surat-menyurat mereka berdua, jika dilempar-lempar
akan salah sasaran.
Cerita
selanjutnya mengenai pertemuan pertama antara Sari dan Anwar. Pertemuan malam
itu adalah pertemuan kedua kalinya. Pertemuan pertama sukses di tempat dan
waktu yang sama juga. Malam hari, ketika rembulan bersinar bulat dan jembatan
kayu. Pertemuan pertama nya masih malu-malu. Curi-curi pandang melihat wajah
satu sama lain.
Setelah
pertemuan itu, semakin panjang lah isi surat menyurat yang terhalang satir
pengajian itu. Sudah menjadi rahasia umum jika Anwar menaruh hati pada Sari,
begitu juga sebaliknya. Salah satu teman Anwar beberapa kali sudah mengingatkan
akan konsekuensi kelakuannya.
Ke esokan
harinya konsekuensi yang temannya
ingatkan benar-benar terjadi. Orang tua dikabari jika Anwar telah melakukan
pelanggaran. Kabar itu sudah membuat seorang pelanggar harus menanggung aib di
keluarga. Bukannya pergi ke pesantren untuk belajar dan memperbaiki diri,
justru yang terjadi sebaliknya. Tekanan mental untuk menyandang aib keluarga.
Anwar harus
rela kehilangan mahkotanya. Tidak ada lagi rambut hitam yang menutup kepalanya.
Ia harus rela digundul. Mengkilap seperti tuyul yang terkenal mencuri uang di
celengan. Pengurus pondok membawa Anwar
ke halaman asrama. Teman-temannya melihat dari kejauhan, bahkan sampai naik ke
menara masjid tempat biasa Anwar melepas senja. Ia harus menanggung malu di
hadapan teman-temannya. Tidak hanya itu, ia dipajang di depan asrama putri
dengan dikalungkan kardus di dadanya yang betuliskan “Aku Ketahuan Pacaran”.
Hal yang paling memalukan, menjadi tontonan anak putri yang lalu lalang di
halaman depan asrama.
“CInta
itu suci, jangan kamu nodai dengan perilaku seperti itu. Lihatlah, kamu masih
muda. Tidak sepatutnya kamu jatuh cinta sekarang. Waktumu masih panjang. Saya
menjamin, kamu dan anak putri yang kamu temui di jembatan itu, hubungan kalian
tidak akan bertahan lama. Cinta yang kamu rasakan itu adalah cinta semu. Jangan
kau nodai cinta dengan perbuatan seperti itu” sedikit cuplikan dari pengurus
asrama yang menyidang Anwar malam itu.
“Pertemuan
pertama surat-suratan, pertemuan ke dua curi-curi pandang, pertemuan ketiga? ke
empat? dan seterusnya? Mau apa lagi yang akan kamu lakukan? Tidak ada faedahnya
sama sekali”
“Cinta
itu suci, jangan kamu campurkan dengan nafsu. Dan yang terjadi padamu hari ini
itu adalah bukti nyata. Bukti bahwa kamu terlena oleh nafsu bukan cinta”
pengurus pondok menjelaskan. Anwar hanya menundukkan kepala mendengarkan.
Lelaki pengurus pondok itu sudah sangat faham tentang hal seperti itu. Ia sudah
berpengalaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar